Indonesia Dinilai Punya Potensi Tentukan Harga Batu Bara Global
JAKARTA, investor.id – Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mendukung dan mendorong pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka untuk membawa Indonesia lebih berperan dalam menentukan harga batu bara global. Pasalnya, Indonesia memiliki posisi strategis sebagai negara eksportir batu bara terbesar di dunia.
“Indonesia bukan hanya konsumen batu bara, tetapi juga pemain kunci di pasar global. Kami perlu menegaskan posisi Indonesia dalam menentukan harga batu bara, yang seharusnya lebih adil bagi industri domestik,” ujar Wakil Ketua Umum Aspebindo, Fathul Nugroho kepada wartawan, Jumat (15/11/2024).
Fathul menyebutkan bahwa Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, pernah mengungkapkan rencana Indonesia untuk menciptakan indeks harga batu bara nasional. Meskipun, harga batu bara di Indonesia tidak dapat sepenuhnya lepas dari fluktuasi pasar internasional.
“Namun, adanya indeks harga nasional akan memberi Indonesia lebih banyak kontrol atas harga komoditas penting ini dan bisa menciptakan harga yang lebih menguntungkan bagi pasar domestik,” ucap dia.
Selain itu, Fathul juga mengkritisi kebijakan kenaikan tarif royalti untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang saat ini berada di kisaran 3-7%, serta sekitar 13% untuk PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Menurut dia, kebijakan tersebut sangat berdampak pada profitabilitas perusahaan-perusahaan pemegang izin.
“Kenaikan tarif royalti yang progresif ini akan sangat membebani perusahaan-perusahaan kecil dan menengah yang beroperasi di sektor ini. Hal ini memerlukan evaluasi kembali agar tidak merugikan industri yang sudah menghadapi banyak tantangan,” jelas Fathul.
Sebagai langkah alternatif, kata Fathul, Aspebindo mengusulkan pembentukan Indonesia Green Coal Index, yang dapat mencakup pajak karbon sebagai bagian dari upaya mendukung transisi energi bersih.
“Usulan kami ini sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengenakan pajak karbon pada 2025, setelah sempat tertunda pada 2024,” tutur dia.
Lebih lanjut, Fathul mengatakan Aspebindo terus berusaha mengatasi ketimpangan harga batu bara. Salah satu caranya menggelar webinar dengan tema ‘Mencari Format Harga Batubara yang Berkeadilan’, beberapa waktu lalu. Webinar itu diikuti oleh perwakilan dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), PLN EP, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI-ICMA), serta PT Arutmin.
“Webinar tersebut bertujuan untuk mempertemukan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pejabat pemerintah, pelaku industri, dan akademisi, dalam merumuskan solusi harga batu bara yang mampu mendukung keberlanjutan sektor energi di Indonesia,” jelas dia.
Pada webinar tersebut, Komite Marketing APBI-ICMA, Marsudi Wijaya mengatakan, meskipun Indonesia dan PLN berkomitmen untuk mempercepat pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan energi bersih lainnya, namun kontribusi batu bara dalam pembangkit listrik PLN diperkirakan akan tetap signifikan hingga tahun 2030.
Oleh karena itu, Marsudi menekankan pentingnya strategi yang seimbang antara pengembangan energi bersih dan pemanfaatan batu bara yang berkelanjutan.
“PLN terus berupaya mengembangkan energi terbarukan, namun batu bara masih akan menjadi sumber utama energi pembangkit listrik, dengan kontribusi mencapai 60% pada tahun 2030,” pungkas Marsudi.
Sumber : investor.id